Inspiring points

Reflective story from journey of life , Alam terkembang jadi guru

Faktor sosial budaya dalam perjalanan usaha pebisnis pribumi

Banyak hikmah dari silaturahmi dengan teman2 lama, antara lain kita bisa bertukar pikiran dan mengambil pelajaran. Saat silaturahmi dg sobat2 SMA, Sebagian mereka adalah insinyur Teknik sipil yang bekerja di bidang property dan perumahan. Kita pun ngobrol2 ttg bisnis perumahan dan property.

Teringat masa2 sma dulu, tahun 1980-an di kota Bandung kita mengenal beberapa komplek perumahan besar yg dikembangkan oleh developer asli Bandung spt Margahayu Raya dan Puteraco Indah, konon perumahan Margahayu Raya, tahun 1980-an disebut sebagai perumahan terluas di Indonesia. Pada tahun 80-an juga kita mengenal Hotel Panghegar, milik orang Bandung juga, dan tak lupa juga koran Pikiran Rakyat yg saat itu jadi sumber berita penting, termasuk saat pengumuman kelulusan sekolah, umptn. Kebetulan sy tinggal di perumahan Margahayu Raya, jadi tahu sendiri sejarahnya.

Setelah puluhan tahun berlalu, kita pun ngobrol2 kondisi pada masa kini, ternyata nama2 besar tsb tak begitu terdengar lagi, tapi malahan perusahaan dari Jakarta yang ekspansi ke Bandung. Di Daerah Bandung timur yg berkembang, Sumarecon dan Podomoro mengembangkan perumahan luas, di tengah kota Hotel Panghegar masih berdiri, tapi pemiliknya sudah berganti. Jaringan2 hotel dari Jakarta yg ekspansi ke Bandung sekarang, salah satu simbolnya hotel tinggi di sebelah lapang gasibu. Koran PR yg pernah berjaya dulu, mulai sirna Namanya bersamaan pudarnya budaya baca koran, tapi bisnis Kompas masih bisa melaju dg berbagai diversifikasi usahanya dan merambah pula ke kota Bandung.

Pada kemana bisnis besar kebanggaan orang Bandung tahun 1980-an tsb ?

Dari ngobrol2 dg sobat2 lama yg bekerja di berbagai perusahaan dan Sebagian mengembangkan bisnis, saya mendapatkan informasi yg menarik, mengapa hal tsb terjadi.

Pada tahun 1970-1980, dikembangkan beberapa perumahan baru di Kota Bandung selatan, seperti Margahayu Permai, Margahayu Raya, Puteraco Indah di Buah batu dll. Pada saat bersamaan Sumarecon mengembangkan perumahan Kelapa Gading di Jakarta. Konon perumahan Margahayu Raya di anggap perumahan terbesar dan sukses pada masa nya. Pada masa tsb, pengembang Bandung spt Margahayu Raya, Puteraco, kira2 sama besar dg pengembang Jakarta spt Sumarecon, Podomoro dll.

Setelah 30 tahun berlalu, pengembang Jakarta spt Sumarecon dan Podomoro berkembang maju dan ekspansi bisnis ke kota Bandung, namun pada masa yang bersamaan, pengembang Bandung spt Margahayu Raya telah menurun bisnisnya. Begitu pula Koran PR tak bisa maju spt koran Kompas, Hotel Panghegar telah dijual.

Perusahaan2 tsb saat ini dikelola oleh generasi kedua dari pemilik perusahaan, para pebisnis dari Jakarta tsb nampaknya berhasil mendidik generasi pelanjutnya dalam bisnis, tidak seperti para pebisnis dari Bandung tsb. Dari salah seorang teman yg pernah bekerja di perusahaan tsb ia bercerita, betapa para pendiri bisnis tsb yg maaf Sebagian besar adalah pebisnis “keturunan”, begitu ketat dan disiplin dalam mendidik anak2 nya, menyiapkan penerus usahanya. Mereka dididik keras dalam usaha, tidak dimanja, disekolahkan khusus ttg property sampai ke luar negeri. Saat Kembali mereka tak begitu mudahnya dapat jabatan enak, harus melalui proses yg berat juga dari level bawah. Kalau ia memang memiliki talenta bisnis dan hebat mengelola perusahaan, maka ia menjadi top manajemen perusahaan. Bila ternyata anak2nya tidak becus mengelola usaha, maka manajemen di serahkan pada professional orang luar keluarga. Anggota keluarga fokus pada posisi di komisaris saja

Begitulah umum nya bisnis pengusaha keturunan, sehingga saat generasi kedua, bisnisnya tambah maju.


Namun bagaimana halnya dg pengusaha pribumi ?

Dari banyak perusahaan yg saya amati, rata2 pengusaha pribumi yg berhasil mengembangkan usaha, kurang berhasil dalam menyiapkan generasi kedua ( anak2nya ) dalam meneruskan usaha orang tuanya. Antara lain karena sikap yg relative lunak dalam mendidik anak2nya. Memberi berbagai kemudahan, dimanjakan dll. Harus diakui sikap kita yg kasihan pada anak2 dan tak ingin mereka merasakan susahnya kehidupan spt di alami orangtuanya dulu, tidak tega. Padahal sebenarnya dg kesulitan hidup itulah anak2 akan belajar ttg perjuangan hidup, mereka akan tegar kelak.

Mengambil contoh dari berbagai perusahaan Bandung tsb, sebab utama kenapa perusahaan nya kurang berkembang bahkan malah ada yg bangkrut, ialah karena generasi kedua ( anak pendiri usaha) kurang memiliki perhitungan yg matang dalam bisnis, Sebagian ada yg terlalu berani ekspansi dg sumber hutang besar. Dalam rekruitmen karyawan, anak & kluarga dekat yg kurang ahli dalam mengelola bisnis tetap diberi jabatan penting. Ada semacam keengganan untuk merekrut tenaga profesional, istilahnya ngapain merekrut orang lain, mendingan ngajak anak saudara utk kerja, prinsip nepotisme pun berlaku.
Dibanding pebisnis keturunan, pengusaha kita tampak kurang bijak dalam mengelola keuangan, kurang ketat. Istilah kasarnya memang karena dalam budaya kita, kebiasaan hemat dianggap hal yg tak baik, dianggap pelit, sehingga terbiasa boros. Selain itu kiat2 bisnis dan strategi bisnis pun kurang tajam, antara lain krn tak mau merekrut tenaga profesional yg ahli di bidangnya.

Berbagai perusahaan Bandung yg jaya di tahun 1980-an tsb setelah 30 thn berlalu kemudian turun usahanya karena terbelit oleh masalah finansial, terjerat hutang bank yg tinggi berbunga, konflik internal dan pada sisi lain ekspansi bisnis yg kurang tepat, sehingga banyak proyek nya yang mangkrak/bangkrut. Salah satu pengembang yg berhasil di perumahan, kemudian jor2an membangun apartemen dalam jumlah banyak, akhirnya terjebak hutang, proyeknya macet, salah satu contoh nya bisa kita lihat pada proyek apartemen di daerah Buah batu yg terbengkalai lama. Hotel Panghegar pun terbelit hutang, sehingga akhirnya dijual. Begitu pula dg bisnis2 lain nya.

Perusahaan2 Jakarta yg di tahun 1980-an sama besar dg persh Bandung tsb, dg berkembangnya waktu, terus Berjaya, dan sekarang mereka ekspansi ke Bandung.

Kita semua tahu, bagaimana mereka mengelola usaha dg cara yg baik dan ketat dalam keuangan. Pada awalnya semua perusahaan tsb adalah perusahaan keluarga kemudian jadi perusahaan public. Mereka berhasil mentransformasikan bisnis keluarga menjadi bisnis professional. Disinilah kelemahan pengusaha pribumi, berhasil dalam merintis usaha, tapi kurang berhasil dalam melanjutkan usaha pada generasi keduanya, nampaknya kita perlu belajar lebih baik lagi, bagaimana mendidik anak2 kita dalam bisnis. Hal tsb lebih bersifat faktor social budaya dan psikologi yg perlu proses lama untuk merubahnya.

Saya jadi teringat dg cerita alm mertua, ttg kisah keluarga besar Saudagar Pasar baru Bandung yg pernah menjadi kekuatan bisnis yg dominan di kota Bandung, 150 tahun yg lalu, namun kemudian pudar bisnis nya, sama juga kasusnya, tidak bisa mendidik generasi di bawahnya (anak2) dalam menjalankan bisnis dg baik.


Namun tak semua pengusaha spt itu, ada juga beberapa usaha pribumi yang bisa bertahan dan maju, contohnya seperti usaha transportasi, bis Primajasa yg adalah generasi pelanjut dari bis kota Mayasari Bakti di Jakarta dulu, yg dirintis orangtuanya.

Jadi kesimpulan umumnya, faktor psikologi dalam keluarga dan social budaya masyarakat ( Bandung) turut memberi pengaruh besar terhadap maju atau mundurnya suatu bisnis. Bila kita ingin agar bisnis orang2 Bandung bisa maju, kita perlu merubah budaya dan kebiasaan tsb, dimulai dari diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat.

Leave a comment

Information

This entry was posted on 03/08/2022 by in Blogroll.