Inspiring points

Reflective story from journey of life , Alam terkembang jadi guru

teori merebus katak

Andaikanlah pada sebuah panci berisi air kita masukkan katak, kemudian panci tersebut kita panaskan di atas kompor secara bertahap. Saat air masih dingin katak diam saja, kemudian ketika air mulai memanas sedikit demi sedikit, tubuh katak pun akan melakukan penyesuaian suhu. Memang demikianlah salah satu kekhasan binatang katak, dimana tubuhnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi sekitar nya.

 

 

Lama kelamaan saat suhu terus menaik, katak pun merasa kepanasan, tapi ia bisa terus melakukan penyesuaian suhu, sampai pada suhu tertentu, tubuhnya tak bisa lagi melakukan penyesuaian, ia merasa kepanasan dan ingin melompat keluar, tapi karena suhu  yg tinggi tersebut, kaki nya menjadi kepanasan dan tak kuat untuk melompat, ia menjadi lemah. Sehingga akhirnya saat suhu air dalam panci tersebut sudah sangat tinggi, katak itu pun mati karena nya. Demikianlah analogi teoritis mengenai proses bagaimana seekor katak bisa mati terebus dalam air, karena instink survival berjalan berlawanan dengan instink penyesuaian diri yang berlebihan.

Makna filosofis dari cerita fabel tersebut sering berlaku pula pada manusia.Banyak manusia yg terjatuh pada sebuah kesalahan, berbuat kesalahan yg fatal berawal dari kesalahan2 kecil yg dianggap biasa. Atau melakukan proses penyesuian diri atau kompromi yg berlebihan sehingga melupakan rasa mawas diri yg adalah juga salah satu bentuk metode survival manusia menghadapi berbagai kesalahan dalam perjalanan hidupnya.

Seorang anak yg sedang bermain2 api, diperingati oleh ibu nya, “hai nak, janganlah bermain2 api, terbakar tangan mu nanti”. Nggak apa kok bu, api nya kecil kok, kata sang anak kecil. Namun seringkali terjadi api kecil jadi membesar dan mencelakakan. Ibu yg sudah puluhan tahun pengalaman hidup menyadari hal tersebut, namun anak kecil yg baru beberapa tahun hidup di dunia ini, sering meremehkan hal2 kecil tsb.

Seorang pria dewasa yg sudah berkeluarga, awalnya iseng2 saja, guyon, becanda dengan sekretaris teman sekantornya. Awalnya mungkin hanya sekedar saling kirim sms atau email, lama kelamaan jadi ketagihan juga untuk ngobrol2 langsung. Kemudian sekali waktu ajak jalan2 bareng, makan siang bersama, sampai rasa cinta pun bersemi karena nya. Karena telah terkena mabuk asmara, akhirnya pertimbangan rasional pun hilang, sampai berakhir pada perselingkuhan , perzinahan yg menyebabkan rusaknya rumah tangga. Itulah akibat iseng2 bermain ”api asmara” , bisa “terbakar” syahwat karena nya.

Seorang pekerja, sekali waktu diberi hadiah kecil oleh supplier atau kontraktor di tempat nya bekerja, mungkin hanya sekedar souvenir kecil seperti gantungan kunci atau topi. Ah ini kan hanya sekedar tanda terima kasih, nilai nya pun tak seberapa. Di waktu lain ada juga supplier yg mengajak makan siang. Hal tersebut terus berlanjut, dan kita menganggapnya masih biasa, sampai lama kelamaan kita terbiasa menerima sesuatu dari rekanan bisnis perusahaan yg nilai nya makin besar, kita pun tak lagi hanya sekedar menerima, tapi malah meminta pada rekan perusahaan, nanti mau ngasih apa nih, kalau kontrak nya jadi ? , katanya sambil guyon pada rekanan. Lama kelamaan hadiah makin membesar dan keputusan perusahaan pun ditentukan dari berapa besar nilai pemberian ( kick back, komisi atau apapun namanya ). Itulah salah satu bentuk korupsi yg telah banyak merugikan bangsa kita. Mungkin kita menyadarinya, tapi susah untuk keluar karena kita telah terjebak dalam sebuah lingkaran setan, yg sebenarnya kita sendiri memulainya.

Seorang yg berusia paruh baya, tidak menyadari bahwa metabolisme tubuhnya sudah mulai berkurang kemampuan nya. Dan ia tetap menyantap makanan apapun dengan lahapnya,merokok dan berbagai kebiasaan tidak sehat lainnya, Ia menganggap dirinya masih kuat seperti saat ia muda dulu. Ah nggak apa2 kok sedikit ini, tapi lama kelamaan jadi ketagihan. Akhirnya ia banyak terkena penyakit akibat makanan seperti ; maag, kelebihan kolesterol, asam urat, hipertensi, diabetes dll.

Begitu pula halnya orang yg terjebak menjadi pencandu narkoba, awalnya pun dari anak muda yg iseng2 sekedar coba2, namun akhirnya jadi kecanduan, dimana ia tak bisa lagi mengendalikan dirinya.

Dan banyak kasus2 lain dalam kehidupan kita sehari hari, yg bisa digambarkan dengan teori merebus katak tadi. Dimana manusia banyak terjebak pada kesalahan karena mengabaikan kesadaran dirinya sendiri,yg tak begitu menghiraukan kesalahan2 kecil.

Sebagai manusia yg lebih mulia dari binatang seperti katak, harusnya kita bisa menjaga diri, mengembangkan kemampuan mawas diri, berhati hati yg merupakan salah satu bentuk survival method nya manusia.

Haruslah disadari dalam hidup ini, kita selalu mendapat godaan dari setan, lawan sejati perjalanan hidup ini, yg tak ingin kita menapaki jalan lurus. Dan teori merebus katak adalah salah satu metode bisikan setan menyesatkan manusia. Setan musuh sejati manusia berumur lebih panjang, jadi dia tahu tentang kelemahan manusia2 sebelumnya, tahu pada kondisi apa saja manusia tergoda, dan sudah terbukti sepanjang jaman, bahwa dengan berbelok sedikit demi sedikit dari jalan yg lurus adalah penyebab banyak manusia terjatuh pada jalan yg salah.

Berkaitan dg kesusilaan, dalam agama islam, kaidahnya ialah “janganlah kau dekati perzinahan” , bukan langsung jangan berzinah, misalnya, antara lain karena sifat manusia yg sering ceroboh, seperti katak tadi. Kalau sudah mulai mendekati perzinahan, akan sangat mudah seseorang terjatuh pada kubangan maksiat tersebut.

Begitu pula dengan “perkeliruan2” lain nya, seperti korupsi, kebohongan publik, selingkuh, candu narkoba, penyakit, kemunafikan dll. Kebanyakan berawal dari hal2 kecil yg dianggap biasa. Integritas diri yg lemah, tak berpendirian, sehingga cenderung kompromistis atau plin plan.

Marilah kita menjaga diri dari kesalahan2 kecil yg kalau dibiarkan kelak akan menjadi bencana bagi diri kita sendiri. Kalau kita mengalami hal seperti katak terebus tersebut, “key survival”nya ialah, kita harus mengetahui kapan harus melompat dan melakukannya tanpa ragu ragu.

 

16 comments on “teori merebus katak

  1. rijadi
    15/11/2007

    Ok..good enough………

  2. Hendra
    15/11/2007

    thanks pak Rijadi,

    nampaknya dulu saya ada pada saat yg tepat pula ketika “melompat” dari keriuhan pulogadung- jakarta ke keheningan di lereng gunung ini

  3. Pingback: Teori Merebus Katak… « Pelajaran Hikmah Bersama

  4. detri
    19/11/2007

    bagus banget… terharu bacanya.

  5. Hendra
    19/11/2007

    sama2 Detri,
    thanks koment nya,

    salam
    hm

  6. wenk
    17/12/2007

    suka banget. Tulisannya bagus. Bikin kangen ma suasana pangalengan. Solanya dah lama ga ke sana. Thanks ya kang, udah ngasih inspirasi yang bagus banget buat liburan + jadi orang yang lebih bijak. Mudah2an

  7. hdmessa
    17/12/2007

    terima kasih atas comment nya.

    syukur bisa memberi manfaat,
    btw, nampaknya memang suasana alam memberi pengaruh juga terhadap kondisi kejiwaan kita

    salam
    hm

  8. hutomo
    15/01/2008

    Benar-benar ‘inspiring’ cerita bung Hendra tentang katak ini. Dalam dunia K3 kita kenal hipotesa ‘leading indicators’ dan ‘trailing indicators’ yang mirip dengan perumpamaan ini. Sesuatu kesalahan kecil yang dianggap biasa, misalnya bekerja di ketinggian tidak memakai sabuk penggantung sebagai APD (alat pelindung diri) yang kebetulan selamat (tanpa cedera), dianggap biasa. Terpeleset genangan oli (minyak pelumas) dianggap biasa (ah keciil). Akhirnya pertanda kecil yang dibiarkan saja menjadi penyebab peristiwa besar (insiden) atau bahkan cedera. ‘Leading indicators’ diabaikan, sesudah terjadi kecelakaan (trailing indicators) cuma ada penyesalan. Para sepuh sering mengingatkan: sedia payung sebelum basah- eh, kehujanan.
    Tahniah dan teruslah berkarya. Insya’allah bermanfaat bagi semua.

  9. hdmessa
    15/01/2008

    terima kasih pak Prijo,

    thanks juga ideanya, wah baru sadar saya, ternyata analogi nya bisa dipakai juga pada konsep safety ( keselamatan kerja )

    salam
    hm

  10. husni shebubakar
    27/02/2008

    tulisan yang bagus……bravo

  11. hdmessa
    27/02/2008

    thanks pak Husni,

    salam
    HM

  12. ekobs
    03/04/2008

    Ya kang …
    dalam beberapa kasus, saya adalah katak itu !!!

  13. hdmessa
    03/04/2008

    Mas Eko,

    Katak memang pintar meloncat,
    Tapi kalau bisa “sadar diri” berarti lebih pintar lagi,

    Semoga bisa meloncat ke kebaikan yg lebih tinggi lagi

    Salam
    HM

  14. Pingback: Teori Merebus Katak… — Shahabat Blog

  15. mas Andi
    02/06/2008

    pak hessa….saya menjadi tambah pesimis
    (teman saya forward blog anda untuk saya, katanya cocok untuk orang yang sok tanya kayak saya ini)

    Teori tentang kotok (saya tidak pernah melihat orang Tionghoa merebus seperti itu). Biasanya hanya kaki dan punggungnya saja setelah dikuliti dan disembelih terlebih dahulu.

    Seandainya kisah tadi adalah majas atau orang arab bilang balaqhoh. Saya tambah aneh dengan kutipan tulisan bapak.

    “Demikianlah analogi teoritis mengenai proses bagaimana seekor katak bisa mati terebus dalam air, karena instink survival berjalan berlawanan dengan instink penyesuaian diri yang berlebihan.”

    Maka pertanyaan saya;
    1. Bukankah penyesuaian (adaptation) adalah bagian dari survival? bagaimana bisa dikatakan berlawanan?

    2. Jika anda katakan berlawanan, maka saya memanjangkan pertanyaannya, siapakah yang mencoba merebus katak malang tadi?
    Jika anda jawab “aku” maka saya bertanya lagi mengapa anda merebus katak?
    Barangkali bapak menjawab, ingin makan, ingin survive (karena mustahil bapak iseng saja merebus katak tadi)

    Nah jika demikian bukankah tidak ada pertentangan dalam hukum-hukum. pak Hessa dan kodok sama-sama ingin survive, sama-sama ingin menjaga eksistensinya. Maka hukum adaptasi atau adopsi atauan survive tidak dalam kondisi kontradiksi. (contradictio in terminis)

    Teori kodok anda ini seperti mengatakan Tuhan itu entitas yang mbleing, karena seharusnya Dia juga memerintahkan antelope diam saja ketika seekor Singa memburunya. Karena dengan berlarinya antelope hanya membuat Singa tambah sulit makan.

    Berlarinya antelope dan berlarinya Singa punya tujuan yang sama, menjaga kesempurnaan eksistensi hidupnya. Sama seperti direbusnya dan melompatnya kodok.

    pak andi

  16. hdmessa
    04/06/2008

    thanks pak Andi, atas koment dan koreksinya,

    apa yg saya sampaikan adalah dari pendekatan sastra , kisah kodok tsb dilihat dari sudut pandang sastra, penyederhanaan dari kejadian di alam yg bisa jadi terlalu simplistik

    Semisal pantun 4 baris, 2 baris pertama, hanyalah pengantar agar kalimatnya senada, mengambil dari perumpamaan di alam, yg bisa jadi tak sesuai kenyataan nya, namun setidaknya mendekati.

    Demikian juga kisah kodok tsb , bisa jadi secara ilmiah premis tsb tidak tepat atau kontradiktif , tapi yg sebenarnya diharapkan ialah orang bisa menangkap esensi dari kisah tsb, demikian kira2 pola pendekatan sastra yg saya gunakan.

    tapi saya kira premis tsb tak terlalu jauh juga kalau memang sangat jauh dari kenyataan, mungkin premis tsb perlu diperbaiki

    intinya dalam sastra dan juga berpikir reflektif kita coba melihat dari sudut pandang lain

    terima kasih
    HM

Leave a comment

Information

This entry was posted on 09/11/2007 by in horizon - insight.