Inspiring points

Reflective story from journey of life , Alam terkembang jadi guru

Kisah saudagar pasar baru Bandung, kekuatan ekonomi pribumi di masa lampau

Bila kita berjalan di daerah pusat kota Bandung sekitar daerah Pasar baru, jl Otista, kita akan menemui nama2 jalan/gang spt jl Dulatip, Tamim, Alkateri, Ence Aziz, Durman, Ingie, Pahruroji dll. Mereka bukanlah nama2 pahlawan sebagaimana biasa nama jalan di kota besar lain nya, tapi mereka adalah para saudagar kaya pribumi yg dulu tinggal dan berusaha di tempat tersebut.

Ceritanya pada saat belanda mulai membangun kota Bandung berdatangan juga para pedagang yg mengadu nasib disana. Mereka datang dari berbagai daerah; Tasik, Garut, Cirebon,Banten, pekalongan, palembang dll. Ada juga datang perantauan org Arab & Cina. Karena itu di daerah tsb ada nama jalan spt ;Alkateri, Tamim ( Arab), dulatip (Abdul Latif), Ence Aziz ( Palembang).

Saya tahu kisah tersebut dari ngobrol2 dg mertua dan kerabat dari pihak istri yg dulu banyak tinggal di daerah tersebut. keluarga istri merupakan keturunan salah satu keluarga besar pasar baru Bandung, saudagar pribumi kota Bandung jaman baheula, yang rumah kerabatnya berada di tengah kota Bandung, seputaran daerah pasar baru & alun2.

Seiring berjalannya waktu para sesepuh tsb telah meninggal dan asset usaha dan rumah2 tua warisan masa lalu tsb telah habis dijual. Saat silaturahmi saya sering ngobrol2 dg orang2 tua tsb yg senang bercerita ttg kejayaan bisnis masa lalu para saudagar pasar baru, yg mendominasi ekonomi kota Bandung sekitar seabad yg lalu. Bayangkan betapa kaya nya mereka yg memiliki asset, berupa rumah, toko, tanah mulai dari seputaran pasar baru sampai ke daerah tegalega, pusat kota Bandung saat ini dan juga area pesawahan di Bandung selatan mulai dari daerah Cigereleng, moh Toha, Buah batu sampai ke Bojongsoang, bayangkan pada masa sekarang berapa nilai asset premium di kota Bandung tsb. Pada awal abad 20, mereka adalah segelintir orang di kota Bandung yg punya mobil pada saat sepeda masih dianggap barang mewah, para priyayi pun masih pergi dg kereta kuda/delman.

Kebiasaan saat itu para pedagang menikahkan anaknya dg sesama keluarga pedagang juga, sehingga dalam beberapa generasi terbentuklah kekerabatan keluarga besar Pasar baru.

Perantauan Arab dan Cina yg masuk Islam yg lama tinggal disana, menikahkan juga anak2 nya dg keluarga pasar baru tsb, sehingga terjadilah asimilasi berbagai etnis & bangsa disana dg agama Islam sebagai simbol perekatnya. Sehingga saat itu para saudagar pasar baru adalah juga para haji. Saya lihat foto2 lama keluarga pasar baru tsb, tampak pola wajah yg campuran yg unik dg wajah bulat khas pribumi dg hidung khas arab dan mata sipit khas org Cina, unik juga.

Disamping saudagar pasar baru tsb saat itu sdh ada juga pedagang Cina spt pengusaha kayu/meubel babah Tan long ( kemudian jadi jln Tamblong), pedagang herbal babah Kuya, Coang En, toko ABC dll. Saat itu para perantauan Cina yg tinggal di sebelah barat kota sekitar Andir daerah pecinan, saat itu sebagian besar mereka masih hidup prihatin dg rambut botak dikuncir dan makan bubur. Jadi saat itu sekitar 2 abad yg lalu, kota Bandung sdh bagaikan kota metropolitan dg org berbagai bangsa & etnis.

Kembali lagi pada cerita ttg saudagar pasar Baru, usaha mereka beragam, spt Haji Sape’i yg menguasai perdagangan tembakau, Ingie Abdul Manan berdagang batik & kopiah dll.

Selain bisnis tsb mereka melakukan investasi juga dg membeli rumah dan tanah yg disewakan. Mereka juga punya sawah di daerah Bandung selatan. Jadi pada masa itu asset tanah mereka mulai dari daerah sekitar pasar baru, alun2 sampai tegalega, buah batu dll, daerah pusat kota Bandung saat ini.

Bung Karno saat kuliah dan tinggal di Bandung ada memori khusus dg saudagar pasar baru. Kopiah yg dipakai bung Karno adalah buatan haji Ingie, pengusaha peci & batik di pasar baru, ada cerita menarik, saat bung Karno pesan peci ternyata tak ada yg pas karena kepala bung Karno besar, sehingga dibuatlah ukuran kopeah baru no 10, sesuai ukuran kepala bung Karno. Saat kuliah di ITB ( TH saat itu) bung Karno tinggal di rumah kost milik haji Sanusi, keluarga saudagar pasar baru juga.

Saudagar pasar baru tsb selama 3 generasi mendominasi bisnis sebagian kota Bandung saat itu, menguasai asset strategis di pusat kota khususnya di bagian selatan rel kereta api yg boleh ditempati pribumi, karena sebelah utara rel kereta api khusus utk orang Belanda dan Eropa lain nya. Salah satu puncak kejayaan nya, ialah pada saat mereka mendirikan kongsi keuangan yg dinamakan Himpunan saudara pada thn 1906.

Lembaga keuangan ini bertahan lama, hampir seabad, kemudian dibangkitkan lagi oleh salah satu keluarga pasar baru yaitu keluarga panigoro (Medco group) menjadi bank Himpunan saudara 1906, kemudian jadi bank Saudara. Sungguh sayang kemudian sebagian besar sahamnya dijual pada bank korea, sehingga menjadi bank woori saudara saat ini.

Setelah hampir 3 generasi berjaya setelah jaman kemerdekaan malah usaha mereka meredup, pada thn 1960-an, satu persatu usaha mereka menurun dan bangkrut. Anak cucu Generasi ke 4 & 5, banyak yg sekolah tinggi memilih jadi pegawai, dosen, ilmuwan dll, hanya sebagian yg meneruskan usaha orang tuanya, sehingga bisnis tdk berkembang. Pada masa telah mulai terjadi perubahan karakter dari mental bisnis jadi mental priyayi/pekerja, dirasa lebih nyaman hidup sebagai pekerja yg tiap bulan dapat gaji daripada jadi pengusaha yg harus selalu berjuang mengembangkan bisnisnya. Pada masa tsb mulailah toko2 yg ada disewakan atau dijual pada orang lain, begitu juga dg rumah2 warisan atau tanah dan aset berharga lain nya. Terbuktilah paradigma yg biasa terjadi pada keluarga pengusaha pribumi; generasi pertama merintis usaha, yg kedua mengembangkan nya, yg ketiga menikmati nya ( stagnan), generasi yg keempat / kelima menjual asset tsb, generasi ke enam (masa sekarang) hanya tinggal mendengar ceritanya saja 😔.

Sebuah pertanyaan besar, mengapa kelompok usaha pribumi yg begitu kuat, bertahan selama 3 generasi tsb ternyata kemudian mundur & bangkrut ?.

Pada saat bisnis saudagar pasar baru menurun kemudian, bisnis perantauan Cina yg semasa dg mereka tetap terus berkembang maju, bisa bertahan beberapa generasi sampai saat ini, bahkan asset2 tanah keluarga besar pasar baru tersebut telah banyak dijual dan kemudian dimiliki oleh para pengusaha perantauan Cina tsb, padahal 2 abad yg lalu, mereka hidup prihatin, lebih miskin daripada saudagar pasar baru.

Seandainya para saudagar pasar baru tsb adalah orang yahudi, bisa dipastikan bisnis mereka akan terus berkembang, bahkan bisa jadi konglomerat Indonesia.

Mengapa itu semua terjadi, apakah memang kaum pribumi tidak lihai dalam menjaga keberlangsungan bisnisnya ?, atau kita bisanya hanya jadi petani saja ? ( bermental agraris). Pertanyaan klasik ini tidak hanya ttg pengusaha pasar baru Bandung tsb, tapi juga adalah fenomena umum pengusaha pribumi di berbagai tempat di negeri kita, apa penyebabnya ?, apa yg salah ?

Dari obrolan dg para sesepuh, membaca buku2 lama dan analisa sosial psikologi bisa disimpulkan beberapa hal yg bisa menjelaskan nya ;

⁃ Kurangnya kaderisasi bisnis pada generasi penerus. Dibanding pengusaha Cina yg membiasakan anaknya sejak kecil pada bisnis orang tuanya, jaga toko, ngirim barang dll, dibiasakan kerja keras sejak kecil. Anak pengusaha pribumi cenderung agak dimanja, tidak dibiasakan kerja keras/kotor sejak kecil.

⁃ Anak keturunan pengusaha tsb, lebih memilih hidup enak spt priyayi/ambtenar, jadi pegawai yg hidup enak daripada jadi pengusaha yg selalu bekerja keras. Setelah Indonesia merdeka, banyak anak keturunan pengusaha tsb yg sekolah tinggi memilih jadi pekerja daripada bisnis.

⁃ Tumbuhnya Mentalitas agraris yg memandang negatif karakter pengusaha, misal sikap hidup hemat dianggap pelit, sikap penuh perhitungan (uang) dianggap “hitungan”. Akhirnya mereka berperilaku boros, terlalu baik hati, tidak tegaan, sehingga terlalu longgar dalam bisnis, sehingga merugi atau ditipu orang lain. Karakter2 yg biasa dan tak beresiko dlm dunia agraris, ketika dibawa ke dunia bisnis akan merugikan.

⁃ Tidak siap, tidak kuat menghadapi perubahan jaman. Ketika jaman berubah, dari jaman Belanda, masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, pola bisnis pun berubah, pengusaha yg tidak siap dg perubahan jaman tsb, akan tertinggal, menurun bisnisnya bahkan sampai bangkrut.

⁃ Networking & ekosistem bisnis yg tidak dikelola baik dan berlanjut saat jaman berubah. Keberlangsungan bisnis bukan semata masalah entitas bisnis itu sendiri tapi juga ditopang oleh networking yg kuat dari berbagai pihak; suplier, vendor, financial support sampai marketing link. Dalam hal ini pengusaha pribumi saat ini lemah, bila dibandingkan dg networking pengusaha keturunan China yg networknya kuat tak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri dan itu telah terjalin lama. Seperti pada kasus saudagar pasar baru mungkin jaman dulu mereka punya networking kuat, tapi seiring perkembangan jaman networking tsb tidak dikelola dg baik sehingga terputus pada generasi selanjutnya.

– Tidak berpikir jangka panjang dengan begitu mudahnya menjual asset usaha dan harta keluarga untuk kemudian dibagikan pada anak cucunya. Sebagai bandingan para pengusaha Cina tak semudah itu menjual asset usahanya, yg seringkali karena dianggap membawa hoki ( keberuntungan) tetap dipertahankan lama.

Sebagai bandingan juga dg pengusaha di kota lain semisal kota2 di Sumbar; Padang ,Bukittinggi,Pariaman dll. Harta asset usaha atau harta warisan keluarga tak semudah itu dijual. Dalam adat minang ada 2 jenis harta keluarga, istilahnya harta warisan tinggi & rendah. Harta warisan tinggi milik adat atau keluarga besar turun temurun tak boleh dijual, harta warisan rendah hasil pencarian sendiri, baru boleh dijual. Karena itulah kalau kita berjalan di kota2 di Sumbar spt Padang, Bukittinggi dll, kepemilikan asset2 tanah/ rumah di tengah kota tak banyak berpindah tangan dalam jangka panjang. Orang luar tak mudah begitu saja membeli asset tsb. Sehingga di kota2 tsb ekonomi masih dipegang dan dikendalikan oleh penduduk setempat (pribumi). Saya sendiri lahir di Bukittinggi di daerah yg bernama kampuang Cino, Chinatown nya Bukittinggi, sejak dulu sampai sekarang daerahnya segitu2 saja. Toko2 dan asset usaha di pusat kota mayoritas masih dimiliki oleh penduduk setempat. Ekonomi berjalan lancar dan mereka semua hidup rukun.

Kembali ke cerita ttg saudagar pasar baru Bandung, dimana anak cucunya dg mudah menjual asset usaha & keluarga, yg akhirnya asset2 tsb dibeli oleh pengusaha WNI keturunan yg saat ini mendominasi area tsb.

Dan banyak hal2 lain yg bisa menjelaskan mengapa usaha bisnis lokal di masa lalu tak berlanjut sampai masa sekarang.

Seandainya bisnis saudagar pasar baru Bandung tsb dan juga berbagai komunitas bisnis lokal lain nya di berbagai tempat masih bisa bertahan kuat sampai saat ini, betapa kuatnya ekonomi kita, akan berkurang jauh pengangguran dan kita bisa benar2 menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

13 comments on “Kisah saudagar pasar baru Bandung, kekuatan ekonomi pribumi di masa lampau

  1. Fakhri
    29/07/2019

    Itu paling atas foto keluarga h.idris yaa

  2. Meiwan Rahim
    26/05/2020

    Itu Bao aku, aku tau makamnya… Di jalan Cipaganti

    Foto aslinya Haji Idris nya ada sebesar pintu

    • hdmessa
      27/05/2020

      Terima kasih p Meiwan info nya

      • Kiki Sanny Sheehan
        21/07/2020

        itu keluarga saya kang

      • hdmessa
        23/07/2020

        Alhamdulillah,
        saya dapat foto ini dari teman

    • Kiki Sanny Sheehan
      21/07/2020

      boleh minta kontaknya?

      • hdmessa
        23/07/2020

        Silahkan, bisa disampaikan pada email berikut ;

    • Fami Saefullah
      23/08/2020

      Meiwan Rahim cucunya siapa?…berarti kakeknya/neneknya Meiwan ini Uwa saya…
      Salam…

  3. Suparman Jassin
    14/07/2020

    Hatur nuhun informasina… nyambung dengan tulisan di jurnal UGM tentang Saudagar Bandung…

    • hdmessa
      23/07/2020

      Sama2 pak Suparman.
      Terima kasih info nya,ada tulisan ttg hal tsb di jurnal UGM
      Nuhun

  4. Fami Saefullah
    23/08/2020

    Assalaamu’alaikum Kang,
    Saya merupakan salah satu cucu H. Idris…ingin menyambung silaturrahmi lebih lanjut, boleh minta nomor kontaknya?…
    Wassalamu’alaikum wrwb…

    • hdmessa
      23/08/2020

      Wa alaikum salam,
      Terima kasih perkenalan nya,
      mangga

Leave a comment

Information

This entry was posted on 07/06/2019 by in Blogroll.