Inspiring points

Reflective story from journey of life , Alam terkembang jadi guru

KHR Ajengan Memed, guruku dari Pesantren

Selain bersekolah di sekolah umum, dulu saya juga pergi mengaji di pesantren saat sore hari sepulang sekolah, kebetulan dekat rumah ada pesantren, pesantren Darul Hidayah yg berada di tengah kota Bandung. Pesantren ini masih menggunakan kurikulum pesantren tradisional dg menggunakan kitab kuning, aturan kelas dan administrasi nya masih sederhana, pokoknya siapa saja yang mau belajar agama, mau mengaji silahkan datang. Di Pesantren ini juga ada asrama, jadi sebagian santri tinggal di asrama, sebagian besar adalah anak2 sekitar yg pulang ke rumah setelah mengaji.

Jadi saat sepulang sekolah SD, saya dan teman2 biasa mengaji kesini sampai magrib dg pelajaran dasar2 agama, baca quran, ibadah dll. Yang mengajar adalah ustad2 muda yg mana, mereka pada malam nya mengaji pada kiyai pesantren, biasa dipanggil pak Ajengan, panggilan khas Bahasa sunda, untuk kiyai. Saat sekolah sma dan kuliah saya pun ikut mengaji malam dg santri2 yg senior, yg biasanya sore hari mengajar ngaji anak2 kecil usia SD. Sebagai santri senior ngaji nya langsung dg pak Ajengan. Jadwal mengaji biasanya malam setelah magrib terus dilanjut setelah Isya. Ada juga pengajian ba’da sholat subuh, khusus mengaji ttg tafsir Al Quran.

Pak Ajengan biasa para santri memanggil, nama lengkapnya adalah Kiyai Haji Raden Ajengan Memed, beliau dari keluarga pesantren, beliau dulu menuntut ilmu di berbagai pesantren, beliau sempat berguru pada KH Zainal Mustofa di Tasikmalaya dan terakhir beliau mengaji dg KH Hasyim Asyhari di pesantren Tebuireng, Jawa timur, yang adalah juga pendiri Nahdatul Ulama.

Pak Ajengan, ulama yg sangat dalam ilmu nya, tawadhu dan dihormati para santri nya. Suara dan wajahnya penuh karomah, seperti putih bercahaya, saat mengaji kitab kuning atau tafsir quran, santri sambil mencatat di kitab kuning, apa yg dijelaskan beliau, kebanyakan santri menunduk saat mengaji dengan beliau, hanya beberapa santri yg langsung menatap beliau, saat pertama mengaji kok spt aneh juga. Sekali waktu saat mengaji saya memperhatikan dengan menatap langsung beliau, tapi entah kenapa wajah beliau yg penuh wibawa seperti bercahaya, tak kuat menatap beliau, malu rasa nya. Akhirnya saya bisa mengerti mengapa saat mengaji, santri2 kebanyakan menunduk saja, tak menatap langsung wajah beliau.
Saya jadi teringat ttg cerita para wali Allah yg ucapan nya walau singkat tapi begitu bermakna, membekas kuat, tatapan wajah nya begitu dalam, menentramkan jiwa, jadi walau nya hanya belajar sebentar saja, mendengar pengajaran nya dan tatapan wajahnya, akan membekas kuat pada jiwa dan pikiran. Mungkin seperti itulah beda nya kiyai2 pesantren dg guru2 di sekolah biasa. Di sekolah guru hanya menyampaikan ilmu berupa informasi, cara2 perhitungan atau hapalan, namun kiyai di pesantren saat menyampaikan ilmu nya, lebih dari sekedar informasi ada semacam karomah, aura psikologis yg kuat, yg membuat kita faham dg ilmu yg disampaikan dan tak hanya sampai pada pikiran tapi juga pada hati yg akan menguatkan keimanan.
Di beberapa pesantren ada dikenal istilah ilmu laduni, yaitu ilmu yg disampaikan pada seorang murid/santri dg cara yg khusus, bagaikan transfer aura keilmuan, ngaji nya sebentar saja, tapi santri bisa faham sekali dg apa yg diajarkan guru nya. Di dunia pesantren hal tsb dikenal dg istilah karomah, keistimewaan yg dimiliki oleh para ulama, kiyai yg tinggi ilmu dan keimanan nya, sehingga saat menyampaikan pengajaran nya bagaikan memberikan transfer gelombang keilmuan yg kuat dan dalam.

Ada kisah menarik, dulu ada seorang santri yg saat mengaji suka mengantuk, jadi saat pengajian ia sering tertidur, tapi tak dimarahi oleh kiyai. Karena ia tahu sang santri kecapean karena ia juga bekerja sejak pagi, ia juga suka membantu keluarga pak kiyai, sehingga saat ngaji malam ia sudah kecapean. Tapi walau demikian ia rajin mengaji, selalu hadir. Setelah puluhan tahun saya bertemu lagi dg teman santri tersebut, alhamdulillah ternyata ia menjadi seorang ustad yg hebat punya madrasah dan suka memberi pengajian. Anak2 nya hafiz quran yg soleh dan baik hati. Walau hidup sederhana, ia punya keluarga yg Bahagia. Saya jadi teringat dia dulu waktu ngaji, suka mengantuk kecapean, tapi ia tetap rajin mengaji. Nampaknya ia mendapatkan karomah saat mengaji dulu, dapat ilmu laduni, ia menjadi salah seorang santri pesantren yg dianggap berhasil.

Banyak2 kisah2 unik dari pesantren lain nya dan pak kiyai adalah tokoh sentral nya yg membuat pesantren tersebut begitu penuh karomah, santri nya banyak, alumni nya jadi orang2 yg berhasil, masyarakat sekitar pesantren pun merasakan manfaat dari kehadiran pesantren tsb. Setidaknya daerah tsb jadi aman dan tentram, terhindar dari berbagai problema sosial perkampungan di kota besar.
pak Kiyai jadi tokoh masyarakat yg dihargai semua pihak baik dari masyarakat setempat maupun dari pihak pemerintah setempat.

Rumah beliau dekat rumah tinggal dulu, jadi saya masih ingat betapa lima kali sehari ia berangkat dari rumah nya ke masjid pesantren. Mulai jam 3;30 dini hari sudah terdengar langkahnya menuju masjid, biasa beliau sholat tahajud di masjid lanjut sholat subuh, setelah itu mengaji tafsir dg anak2 santri sampai pagi. Saat zuhur dan ashar biasanya beliau ada memberikan pengajian kitab juga, sebentar saja. Saat magrib dan Isya, barulah banyak santri yg mengaji. Kitab yg dipelajari adalah kitab standar pesantren tradisional spt kitab Ta’lim mutaalim, jurumiyah, alfiyah, safinah, nasoihul ibad, uqudulul jain, tafsir jalalain dll.

Aura keilmuan dari pesantren, tersebut terasa juga pada lingkungan sekitar, sehingga daerah tersebut aman, tentram, terhindar dari berbagai keributan anak2 remaja perkotaan atau tindak criminal. Padahal tak jauh dari lokasi pesantren, adalah daerah2 yg terkenal sebagai daerah “beling” (dalam istilah sunda), daerah minus-marjinal perkotaan yg suka terjadi keributan.

KH RA Memed, wafat tahun 2006, Walau telah wafat, tapi warisan keilmuan beliau terus mengalir sampai saat ini. Setelah beliau wafat pesantren tsb dilanjutkan oleh keluarga beliau sampai saat ini.

Alhamdulillah mendapat kesempatan berguru pada beliau, mendapat banyak ilmu, tak hanya ilmu agama tapi juga karomah, aura keilmuan & ibadah yg terus terasa manfaat nya sampai saat ini. Ilmu agama bukanlah sekedar ilmu pengetahuan rasional yg masuk dalam pikiran, tapi juga “ilmu rasa” yg masuk dalam hati dan paling utama adalah keimanan yg masuk dalam qalbu ( lebih dalam daripada rasa-hati), dg qalbu itulah kita mengenal dan mendekatkan diri dengan Allah dan Rasul nya, subhanallah.

Saya dan para santri lain nya, selalu mendoakan beliau, semoga ilmu yg disampaikan dulu, jadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir sepanjang masa, amien

Leave a comment

Information

This entry was posted on 26/04/2020 by in Blogroll.