Inspiring points

Reflective story from journey of life , Alam terkembang jadi guru

berpikir dengan kepala orang lain

wangombe1

Alexander the great ( Iskandar Zulkarnain) , mahadiraja dari macedonia kuno, yg berhasil menguasai hampir 2/3 peradaban dunia pada masa nya, tak pernah terkalahkan pada berbagai peperangan nya. Mulai dari Eropa, timur tengah,  sampai benua Asia. Saat sampai di Asia tengah, ia berniat terus melanjutkan pengembaraan sampai bertemu lagi dengan laut ( pantai pasifik di negeri China). Namun akhirnya ia menemui batu sandungan nya waktu ingin melebarkan kekuasaan nya sampai ke daerah India. Pasukan Alexander mengalami kekalahan waktu berperang melawan pasukan gajah raja Purushotam di daerah Punjab, India Utara. Pasukan gajah adalah lawan yg tak pernah  mereka hadapi selama ini. Hikmah nya ialah pasukan Alexander tak akan bisa dikalahkan dengan cara perang yg biasa, seperti pasukan kuda atau pertempuran infantri, namun dengan cara yg tak biasa seperti dengan pasukan gajah lah mereka bisa dikalahkan, karena memang mereka belum pernah mengalami perang dg pasukan gajah, bahkan banyak tentara Alexander yg tak pernah melihat gajah sebelumnya.

Dalam cerita dongeng rakyat minang yg pernah saya dengar waktu kecil di Bukittinggi dulu. diceritakan bahwa di ranah minang, dahulu kala berdiri sebuah kerajaan bernama Pagaruyung. Sekali waktu kerajaan tersebut pernah hendak mendapat serbuan dari tentara kerajaan majapahit yang ingin memperluas kekuasaan nya sampai ke pulau sumatera.

Mengetahui hal tersebut, sebenarnya raja Pagaruyung ingin menghindari terjadinya peperangan , karena sebenarnya antara ia dan raja Majapahit , masih terhubungkan dalam kekerabatan, masih keluarga jauh, kedua kerajaan tersebut masih bersaudara jauh. Selain itu bila dibandingkan tentara kerajaan pagaruyung kalah dalam kekuatan dibandingkan tentara kerajaan majapahit.

Karena itulah orang2 minang yg terkenal panjang akalnya berusaha untuk menghindari pertumpahan darah, selain juga menyadari bahwa sulit untuk bisa mengalahkan pasukan lawan yang lebih kuat tersebut. Akhirnya  raja pagaruyung mengajak berunding lawan nya dan mengusulkan untuk mengadakan pertarungan binatang saja daripada banyak manusia yang mati karena nya. Alkisah, ide tersebut disetujui juga dengan syarat tentara majapahit ingin mengadu dengan membawa banteng ketaton nya yg gagah perkasa, banteng besar yg tak terkalahkan. Tentara pagaruyung pun tak kalah akal, tahu tak bisa mengalahkan banteng besar tersebut, akhirnya ia mencari anak kerbau kecil yg masih menyusu, namun telah beberapa waktu dijauhkan dari induk nya, sehingga ia dalam kondisi haus, ingin bertemu induknya.

Akhirnya masuk lah ke gelanggang disaksikan ribuan tentara, banteng ketaton yg besar hitam dan dengus napas dan sorot mata nya menakutkan lawan. Tentara majapahit menunggu siapa lawan nya, ketika yg masuk adalah anak kerbau kecil, terbitlah gelak tawa orang2, mana mungkin mengalahkan banteng besar dengan anak kerbau kecil..ha…ha…ha….., “tapi …ojo ngguyu rek…..”

Banteng besar pun bingung dan diam saja melihat anak kerbau kecil tersebut berlari mendekati nya masuk ke bawah perutnya. Tak disangka ternyata tiba2 perut banteng tersebut berdarah darah, ia pun lari, darahpun tumpah ke mana2, anak kerbau pun kaget dan lari pula mengejarnya. Sampai akhir cerita banteng besar itu pun mati kehabisan darah, orang2 heran kenapa perut nya berdarah, ternyata anak kerbau tersebut pada kepala nya dipasangkan pisau tajam. Anak kerbau menyangka banteng besar itu adalah induknya, sehingga ia lari ke bawah perut kerbau tersebut hendak menyusu, sambil mulutnya mencari2 puting susu, karena kerbau jantan tak ada susunya, anak kerbau mencarinya2 ke berbagai tempat di bawah perut kerbau besar, sehingga pisau tajam pun merobek2 perut banteng besar tersebut tersebut.  ( note : cerita rakyat ini ada tercatat pula dalam catatan kuno rakyat Bali, konon kabarnya, karena baik raja majapahit maupun raja pagaruyung, dulunya memiliki akar sejarah yang sama pada  seorang raja kuno tanah jawa yang pada jaman dulu berpindah ke pulau Bali ).

Hikmah dari cerita rakyat ini ialah bahwa lawan yg besar dan kuat pun bisa dikalahkan, namun harus dengan cara yg cerdik dan tidak umum seperti siasat anak kerbau dg pisau di kepala nya tersebut.

Strategi pertarungan di antara kedua cerita tersebut esensi nya hampir sama, ialah bahwa dalam pertarungan kita harus memiliki strategi yg khas, tak diduga oleh lawan karena menggunakan cara yg tidak umum. Kita harus mengembangkan strategi tersendiri , strategi yg berasal dari keunggulan diri sendiri.

Dalam cerita dunia persilatan sering kita dengar istilah , “satu guru satu ilmu jangan saling ganggu”, maknanya ialah para pesilat dari satu perguruan memiliki ilmu yg sama, tahu taktik dan rahasia jurus2 nya. Karena itu biasanya para pesilat yg senior kemudian mengembangkan jurus2 tersendiri yg tak didapat dari guru nya, ia berguru ke tempat lain dan meramu berbagai jurus2 silat menjadi jurus2 baru. Sehingga ia bisa menjadi pesilat yang  jagoan tak terkalahkan, bahkan suatu saat bisa mengalahkan guru nya sendiri dan mengembangkan perguruan tersendiri atau melanjutkan kepemimpinan perguruan silat dari gurunya.

Prinsip nya sama dengan cerita sejarah di atas, bahwa prestasi atau kemenangan diraih bila kita memiliki suatu kelebihan yg tak dimiliki orang lain.Kalau istilah silat ia memiliki senjata dan jurus rahasia yg tak terkalahkan.  Itulah juga keunggulan pasukan gajah asoka dan juga siasat anak kerbau dalam cerita di atas, mereka memiliki keunggulan yg dikembangkan sendiri.

Dalam bentuk pertarungan lain di dunia modern, seperti persaingan bisnis, persaingan antar negara atau bentuk2 kompetisi lain nya yang menjadi sebuah logika umum pada dunia modern yang berdasarkan kaidah kapitalisme. Dimana  kompetisi dan persaingan adalah proses dasar untuk mencapai keberhasilan. Logika tersebut didasari pula oleh kaidah survival of the fittest dari teori Darwin.

Kalau kita lihat kondisi aktual saat ini, bangsa dan negara indonesia, termasuk dalam kategori looser ( pihak yg terkalahkan ) dalam berbagai bidang. Secara kekuatan ekonomi kita lemah, bahkan dengan negara tetangga saja kita kalah, begitu pula hal nya dalam bidang persaingan bisnis, perusahaan2 indonesia kalah bersaing dengan perusahaan luar negeri, bahkan di dalam negeri sekalipun. Saat ini jarang sekali kita saksikan ada perusahaan Indonesia yg berkelas dunia, sangat jarang ada produk asli Indonesia yg berkualitas dunia. Bahkan untuk level di dalam negeri sekalipun, kita tak bisa menjadi tuan rumah yg berkuasa, di dalam pun kita kalah.

Dalam hal bagaimana kita mengelola Negara, politik, kita pun meniru cara2 negara2 lain seperti demokrasi liberal dll, yang malah banyak membawa kesengsaraan, bukan nya kemakmuran. Praktek demokrasi kita telah menjadi begitu mahal dan rumit, padahal  kalau kita melihat hasil dari praktek demokrasi tersebut, tak juga bisa membuat rakyat hidup makmur, aman, tentram.

Tak hanya dalam bidang ekonomi, dalam bidang lain nya pun kita kalah, semisal ; politik, budaya, ilmu, hukum, olahraga dll.  Bagaimana anak2 muda berkelakuan, bermusik atau ber aktivitas seni, sebagian besar mengacu ke negara2 maju juga, karena telinga mereka banyak mendengar lagu2 barat, mata mereka banyak menonton film2 dari barat pula. Bahkan banyak orang2 pintar pula yang malah berpikir dengan pola pikir barat pula, dimana mereka dulu menuntut ilmu.

Intinya kebanyakan kita selalu mengikuti orang lain / negara lain / bangsa lain, kita selalu menjadi pengekor ( follower )  dan ada ada kaidah mengatakan bahwa the follower is the looser ( mereka yg selalu mengikuti/meniru akan terkalahkan )

Dulu pernah ngobrol2 dg Lendo Novo, teman yg mengembangkan sekolah alam di selatan Jakarta, ia bilang bahwa orang2 pintar yg merancang pendidikan di negeri kita, selalu berkiblat ke Negara barat, mulai dari kurikulum sampai bentuk bangunan sekolah. Kurikulum tersebut belum tentu cocok pula dengan kondisi orang Indonesia, bangunan sekolah model barat yg beriklim sub tropis, belum tentu sesuai dengan kondisi alam Indonesia yg berada di Negara tropis. Itulah salah satu ide dasar beliau mendirikan sekolah alam dg pola pendidikan dan juga bangunan khas Indonesia.

Orang2 pintar yang merancang pendidikan di negeri inipun , merancang pendidikan seperti apa yg mereka pelajari dari dunia barat, sehingga mulai dari sekolah pun anak2 indonesia sudah diajar berpikir dengan pola pikir yang tak aseli Indonesia. Cobalah tengok materi2 pelajaran dari SD sampai kuliah, banyak dari kurikulum luar negeri, coba lihat buku textbook mahasiswa di perguruan tinggi, kebanyakan adalah terjemahan dari buku2 di Negara barat. Jarang sekali rasanya ada muatan pendidikan yg  benar2 mendidik anak didik di sekolah untuk berpikir dengan pola pikir Indonesia.

Coba Tanya anak2 kita di sekolah yg belajar ilmu pengetahuan alam, ia akan hapal para penemu2 dari luar negeri, tapi sedikit sekali yg tahu mengenai pak Mujahir yg menemukan ikan mujair atau pak mukibat yg mengembangkan singkong mukibat dan berbagai penemuan spesifik orang Indonesia lain nya

Kita terdidik jadi pengikut, antara lain melalui proses pendidikan yg kita lalui bertahun2 lama nya di bangku sekolah, tak memberi banyak kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai potensi alamiahnya sebagai orang Indonesia.

Kita tak diajar menjadi diri sendiri, mengembangkan kemampuan sendiri, tapi anak didik sejak kecil bagaikan dijajalkan pengetahuan2 dari luar, cobalah tengok pelajaran spt sains atau ekonomi. Sejak smp sampai kuliah, kebanyakan materi ajar, didasarkan pada buku2 dari barat , khususnya amerika, cobalah lihat buku2 text book kuliah, sebagian besar adalah buku2 dari amerika, eropa atau buku2 dalam negeri dg referensi dari negara2 barat tsb. Memang banyak hal berharga yang bisa kita pelajari dari barat, tapi tak selalu harus dengan menghilangkan apa yg ada pada diri kita dan alam Indonesia.

Bukan hanya dari sekarang, sejak perguruan tinggi dikenalkan di Indonesia oleh belanda awal abad 20 , semisal Techische Hogeschool ( yg kemudian jadi ITB ), orang2 indonesia diajarkan ilmu yang berhubungan dengan keperluan belanda spt jalan utk pabrik2 gula, ilmu pengairan utk mengairi perkebunan2 besar belanda, bukan irigasi utk sawah2 org Indonesia,ilmu bangunan utk membangun bangunan2 besar keperluan belanda,bukan nya ilmu membuat rumah2 org Indonesia. Demikian keluhan bung Karno saat ia sekolah di  TH saat itu, yang langsung ia  sampaikan pada dosen2 nya, sebagaimana tertulis pada buku biografinya. Apa yang dikhawatirkan bung Karno hampir seabad yang lampau ternyata sampai sekarang tak banyak berubah.
Malahan tambah menyedihkan betapa pendidikan saat ini, bagaikan mengabdi kepentingan kapitalis liberal, orang bersekolah adalah demi mendapatkan materi pada satu sisi, dan pada sisi lain, adalah sumber pasokan sumber daya, untuk memutar roda2 usaha bisnis kapitalis.

Bahwa pola pendidikan di Indonesia cenderung membuat kita menjadi pengikut, tak bisa jadi diri sendiri, tak bisa bebas mengemukakan pendapatnya sendiri, terasa sekali saat saya bekerja di luar negeri, secara teknik orang2 indonesia ahli dalam berbagai bidang, tapi kita kalah dengan bangsa lain karena kita tak bisa mengemukakan pendapat /berargumen dengan baik , kita bisa bekerja dengan baik dan patuh pada aturan, tapi saat diminta mengembangkan ide sendiri atau menyampaikan pendapatnya sendiri, susah sekali. Hal itu terjadi karena dalam pendidikan kita memang sejak kecil kita tak diajar untuk berkembang menjadi diri kita sendiri dan menyampaikan pendapatnya. Pendidikan kita cenderung mendidik kita jadi pekerja yang patuh.

Salah satu contoh bagus, mengenai pola pendidikan yang dikembangkan berdasarkan jati diri bangsa dan mengembangkan metode yang khas pula, ialah Santiniketan, lembaga pendidikan di India, yg dikembangkan oleh Rabindranat Tagore, salah seorang tokoh besar negara India. Dan terbukti kemudian, lulusan lembaga pendidikan menjadi orang2 yg berhasil di berbagai bidang, mulai dari seniman,pengusaha, politisi sampai ilmuwan peraih nobel.
Para arsitek /ahli bangunan kita yg menuntut ilmu dengan ilmu bangunan dari negara2 maju, yg beriklim sub tropis, mereka akan membuat bangunan/gedung dg pola pikir org2 yg hidup di negara sub tropis pula , sehingga akhirnya banyak kita temui pola2 bangunan yg sebenarnya tak begitu nyaman/sesuai dengan tempat beriklim tropis spt Indonesia .
Analogi tersebut banyak terjadi pada project2 pembangunan di negeri kita, yang pendanaan dan konsultan nya dari luar negeri. Seringkali apa yg dibuat, tak sesuai dengan apa yg sebenarnya dibutuhkan oleh rakyat banyak, tapi lebih pada apa yg ada pada pikiran pembuat keputusan dan konsultan dari luar negeri tsb. Saya mengalami sendiri saat dulu banyak mengerjakan project2 pemerintah yang berasalkan dari program bantuan luar negeri.
Para ahli ekonomi yang merancang kerangka makro ekonomi negara kita, terjebak pula dalam pola pikir orang lain ( Negara lain ) bahwa membangun negara harus dengan berhutang, sesuai kaedah ekonomi makro yang dipelajari di bangku2 kuliah di negara2 maju. Akhirnya sampai sekarang negara kita bagaikan negara yang tertawan dalam belitan hutang negara2 maju. kita tak bisa bebas merdeka mengatur urusan rumah kita sendiri

Bukan hanya dari skala makro seperti negara, dalam skala mikro bagaimana kita mengatur keluarga rumah tangga kita sendiri saja, kita pun sering tak bisa bebas bertindak pula sesuai apa keinginan kita. Misal di rumah, acara2 televisi atau internet, bagaikan telah “merampas” anak2 dari didikan orang tuanya. Anak2 berperilaku berdasarkan apa yg dilihatnya dari TV, bukan berdasar didikan orang tuanya ( yah bagaimana mau mendidik anak2nya, kalau orangtuanya juga nonton TV yg sama )

Jebakan konsumerisme yang kita temui di mana2, mulai dari tengah jalan sampai ke tengah rumah kita ( lewat TV) juga telah meracuni sampai alam bawah sadar kita, telah membuat banyak dari kita ( terutama wanita dan anak2 )  bagaikan menjadi tawanan pula karena terbujuk membeli barang2 yang sebenarnya tak begitu dibutuhkan atau membeli barang2 secara berlebih2an. (baca

Kalau mau kita telusuri, kita akan banyak menemukan hal2 seperti itu dalam berbagai hal lain nya, yang bisa dianalogikan pula dengan orang yang baju nya bolong compang camping, tapi malahan membeli dasi mahal, bukan nya menambal bolong baju nya.
Hal itu semua terjadi antara lain karena kita seolah terlena untuk tidak mengembangkan keunggulan berdasar potensi diri kita sendiri, kita sulit untuk bisa menjadi diri kita sendiri, akhirnya kita hanya menjadi pengikut belaka, kita tak bisa berpikir sendiri , kita berpikir dengan cara pikir orang lain.

dan hukum alam banyak menunjukkan bahwa orang2 yg hanya ikut2an hanya akan menjadi orang yg terkalahkah , follower is usually the looser

Kesimpulan nya kita bagaikan orang yang tak bisa menjadi diri kita sendiri, kita bagaikan orang yang berpikir dengan menggunakan kepala orang lain.

Bagaimana solusinya, ubahlah cara pikir anda, jadilah diri anda sendiri, merdeka kan lah pikiran kita, mudah diucapkan, tapi tak mudah dilakukan. Karena telah tertanam pada alam bawah sadar kita,  dalam waktu yg lama, sejak masa sekolah dan dalam kehidupan sehari hari. Tapi tak ada kata terlambat, kita bisa memulainya dari sekarang, dari diri kita sendiri dan keluarga kita.  Selama mentari pagi masih bersinar kembali, setelah kegelapan malam, harapan masih terbentang.  Karena pikiran adalah salah satu anugerah terbesar dari Tuhan untuk menjalani kehidupan ini.

19 comments on “berpikir dengan kepala orang lain

  1. idris
    30/04/2009

    Terima kasih Sanak,

    Kisah nan diceritakan cukup dalam filsafatnya.

    wassalam.

    Idris Talu
    Ipoh , Malaysia

  2. Yusron
    30/04/2009

    Cerita rakyat, peribahasa, epic, sage, legenda, dsb.

    seringkali memuat pesan kearifan yang dalam.
    Cerita rakyat Minang seperti ini merupakan bagian
    dari kearifan lokal.

    Dan Bangsa Indonesia sangat kaya akan kearifan lokal, namun sayangnya belum secara
    sistematis digali kembali dan di-share secara nasional.

    Salam,
    M Yusron

  3. Ernawan
    30/04/2009

    Kang Hendra ,

    Sebagai seorang dengan latar belakang budaya suku bangsa minang (ngan saya mah lahir teh di bandung!), Ambo alun panah mandanga carito nan
    sarupo tasure’ dibawah ko.

    Benar kekuatan fisik maupun jumlah yang lebih banyak bukan segalanya untuk memenangkan pertarungan (mencapai tujuan), namun strategi yang
    tepat dan surprising element, mungkin lebih menentukan, seperti terlihat pada cerita tersebut

    Tidak, saya bukan akan menyoal originalitas dari cerita rakyat itu, saya hanya sedang berkontempalsi pagi ini, sebelum stock market buka, menggunakan
    “berpikir dengan kepala orang lain’ frame work.

    Dan bertanya “Apakah kita sudah di banteng ketaton kan oleh negara lain sejak 10 atau 20
    tahun belakangan ini ?”

    Ernawan ,
    Jakarta

  4. Eddy
    30/04/2009

    Sungguh hebat cara berpikir raja minang dan raja dari India dalam cerita sejarah tersebut

    Yang menjadi pertanyaan kenapa mereka bisa begitu hebat…

    kalau tidak salah mereka dalam kesehariannya adalah komunitas yang taat menjalankan ajaran langit yang mengajarkan untuk berpikir jauh
    kedepan, pantang menyerah, menghargai diri sendiri dan berbagai kebaikan lainnya…
    ajaran langit tidak mengenal batas ruang dan waktu
    dan berlaku sampai akhir zaman…

    Semoga secuil kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk terus melakukan perbaikan diri dan saling menasehati dalam
    menta’ati kebenaran (QS. Al-Asr:1-3).

    Hatur nuhun kang Hendra atas ceritanya

    Salam SUKSES

    Eddy
    Bandung

  5. Estananto
    30/04/2009

    Kalau cerita Sri Baduga Maharaja raja tanah Sunda, yang tewas diserbu pasukan Gajah Mada saat mengantarkan putrinya untuk dinikahi Hayam Wuruk, pihak yang “banyak akal” bukan lagi lawannya Majapahit, tapi Majapahit sendiri. Tapi toh Majapahit dalam versi sejarah resmi republik kita adalah pihak yang “dihormati”.

    Kelemahan sejarah kita adalah ketidakjelasan mana yang nyata terjadi mana yang cuma mitos. Masak sih nggak ada dokumentasi atau karya sastra atau apalah tentang peristiwa2? Di Eropa atau China selalu ada dokumentasi sesuatu. Khusus untuk Indoneia apakah memang dulu nenek moyang kita malas mencatat (bukan budaya literasi) dan lebih memilih budaya lisan ? Mengapa ya?

    Dan kita tidak berani memutus rangkaian sejarah yang sebetulnya validasinya harus lebih dibuktikan itu.

    Wassalam
    Estananto

  6. Yeti
    30/04/2009

    Sejarah yang kita pelajari adalah tergantung dari siapa yang mencatatnya dan
    di pihak mana si pencatat sejarah tersebut berada.

    Sekarang apakah kita hanya memperoleh sejarah dari satu sumber atau dari beragam sumber.

    Kalau hanya satu sumber, bersiaplah untuk rigid dengan cara pandang kita, tapi kalau mau membuka hati terhadap berbagai sumber kita, semoga kta bisa
    menemukan benang merahnya.

    Salam,
    Yeti

  7. Yulimar
    30/04/2009

    Sekedar Info sejarah

    Raja Asoka adalah penguasa Kekaisaran Maurya dari 273 SM sampai 232 SM. Menguasai Inda, Banglades, Afganistan dan Srilangka.

    Menurut cerita legenda, Suatu hari setelah peperangan usai, Asoka menjelajah kota dan yang bisa dilihat hanyalah rumah-rumah yang terbakar dan mayat-mayat yang bergelimpangan di mana-mana.

    Akibat kejamnya dampak dari perang tersebut, membuat sang raja banyak termenung, menyadari betapa kejamnya perang dan akhirnya membuatnya Raja Asoka menjadj pemeluk agama yang taat dan menjadi Raja yang menyebarkan agamanya ke berbagai belahan dunia lain nya

    Yulimar,
    Bandung

  8. Adan
    30/04/2009

    wah subhanalallah Kang Hendra,,benar2 lucu dan menginspirasi..
    jazakallah kang atas sharing kisah2nya..
    moga makin berkah..

    Kang Hendra, ditunggu info2 job vacancy di padang pasir ya, terutama untuk fresh graduate…

    sekali lagi jazakallah khoiron katsiro..

    adaNada
    asrama salman ITB

  9. Nana
    30/04/2009

    Maaf bukan maksud saya sok tahu atau menjudge, cuma sekedar celotehan belaka, boleh ya kang Hendra?

    Kalau menurut saya postingannya agak timpang. Sekian banyak paragraf menceritakan masalah sementara solusinya hanya di bagian akhir posting, itu pun mengambang.

    “Bagaimana solusinya, ubahlah cara pikir anda, jadilah diri anda sendiri, merdeka kan lah pikiran kita”

    Justru di situ permasalahannya bagaimana mengubah cara pikir, dan jadi diri sendiri itu harus bagaimana, saya kira banyak yang tidak tahu

    Kemudian bagaimana dengan Jepang? Bangsa yg gemar mencontek tapi tetap punya ciri khas utk produk2/jasa/budaya keluaran mereka? Sebut saja mobil,animasi,serial drama,lagu,film,dan msh byk lagi yang tetap memiliki ciri khas Jepang.

    Apa mungkin kita perlu meniru Jepang dlm hal meniru hal2 dari barat tanpa meninggalkan ciri khas. Jadinya kita meniru Jepang tanpa meninggalkan ciri khas Indonesia dlm meniru budaya barat tanpa meninggalkan ciri khas Jepang 🙂

  10. Ikhwan Abdillah
    01/05/2009

    ini lah sejarah nama minangkabau…
    minang=menang kabau=kerbau

    kemenangan kerbau, maka itu bentuk rumah gadang lancip di kedua sisinya menunjukkan kerbau yang dipasang pisau

    klo mo narsis itu katanya usulnya dari datuak2 di kampung sayah, silungkang…maka tu org2 di daerah saya ndak dpanggil uda tapi datuak (cenah mah strata lbh tinggi, kitu mereun nya…–> jadi ini minang apa sunda ya?) hehehehe…

    -rumah makan padang ngenaheun-
    -rumah makan sunda bundo kanduang-

    Ikhwan Abdillah
    mesjid salman itb, Bandung

  11. Rita
    01/05/2009

    Berpikir dengan kepala orang lain … kalau ilustrasinya sejarah memang bisa menjadi bias ya…karena mana yang benar dan mana yang salah sulit untuk dipopulerkan, karena konon ditulis sesuai selera sang penguasa tersebut. Sampai saat ini pun, mana yang baik / buruk, mana yang salah / benar … kebolak-balik.
    Mengenai sejarah, mungkin diserahkan saja kepada ahlinya yang cerdas-jujur ,

    Kita perlu menggali kearifan yang menumbuhkan persatuan dan kesatuan ummat Islam. Untuk sukses, kita tidak perlu menjatuhkan lawan ataupun melakukan kecurangan / kelicikan. Untuk sukses berbisnis, bisa kita mencermati kelemahan / sesuatu yang tidak dimiliki oleh perusahaan/orang sukses, dan sesuatu itu dapat menarik konsumen,… tanpa menjatuhkan yang sudah lebih dulu sukses.

    Berpikir dengan kepala orang lain … kita mencoba memahami frame orang lain yang memiliki filosofi atau agama yang berbeda serta wawasan tentang pemahaman kekuatan bangsa sendiri, juga wawasan tentang sukses orang/bangsa lain… NAMUN akan lebih arif bila memakai frame Islam tentunya DISERTAI pemahaman mendalam terhadap Al Qur’an, wawasan luas tentang hadits, juga sejarah/tarikh para nabi dan shahabat Rasululllah s.a.w. untuk diambil ibrohnya. Wallahu’alam.

    Salam,
    Rita H
    Jakarta

  12. Lukman Indrawan
    05/05/2009

    Dalam industri global ,terutama dalam teknologi ,saya kira tidak aneh kalau orang menggunakan kepala orang lain untuk sukses,
    Catatan nya adalah … mereka melakukan inovasi dari apa yang orang lain dapat kan. Dapat di lihat pada kemajuan (sisi teknologinya) pada jepang,korea,china dll.

  13. Ismir Kamili SMA3 93
    07/05/2009

    Kang Hendra, sebenarnya saya lihat dalam tulisan ini, kita diajak merenung sangat mendalam tentang filsafat pendidikan.

    Intinya, pendidikan itu akan dibentuk para penguasa sesuai dengan ideologi / mabda’ yang mereka anut. Dulu kita sudah merasakan ketika zaman Suharto pelajaran sejarah dan PMP (sekarang PPKN) direkayasa sedemikian dahsyat untuk legitimasi rezim Suharto.

    Tapi yang banyak orang tidak sadar, bahwa rekayasa yang dilakukan Suharto sebenarnya kecil saja. Justru rekayasa yang besar dilakukan oleh ‘setan besar’ zaman ini yaitu kekuatan kapitalisme-imperialisme-global.

    Lihatlah bagaimana pendidikan sains di negeri kita didasari dengan filsafat atheisme Darwin, pendidikan sosial dan ekonomi didasari dengan filsafat liberal barat, seni yang diidentikkan dengan kebebasan perilaku dan sebagainya….

    Sayang.. cuma bisa prihatin….

  14. Ismir Kamili SMA3 93
    07/05/2009

    Tambahan…
    Saya juga baru baca euy, di suatu buku bahwa

    “Leadership is authentic influence that creates value”

    Kalau baca definisi itu, berarti dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan nasional kita selama ini gagal karena:

    1. Tidak ada yang punya nilai otentik (Sukarno menjiplak komunisme, Suharto dan para penerusnya menjiplak kapitalisme liberal)

    2. Influence para leader kita sangat lemah, khususnya pasca reformasi. Masyarakat dan pemerintah jalan sendiri-sendiri

    3. Hasil akhirnya, tidak ada satu value yang bisa bermanfaat, jangankan buat masyarakat dunia, buat kita sendiri saja repot.

  15. hdmessa
    10/05/2009

    terima kasih rekan sekalian, atas komentar nya, saya kira benar apa adanya pendapat2 tsb, kita bisa melihatnya dari berbagai sudut pandang

    salam

  16. esonw
    22/05/2009

    Menurut saya bagus tulisanya…
    soft, cool, mengena, dan realistis…..
    tentu saja pro dan kontra selalu ada….. krn cara pandang dan latar belakang yg bermacam-macam.
    kang hendra……..lanjut…

    • hdmessa
      22/05/2009

      terima kasih rekan Eson,

      memang demikianlah kemerdekaan berpikir, masing2 orang punya pendapatnya sendiri.

      salam

  17. Joni Balbo
    26/09/2009

    cerita yang menarik.. salam dari jogja

  18. hdmessa
    27/09/2009

    terima kasih rekan Joni,

Leave a comment

Information

This entry was posted on 28/04/2009 by in Essay - concept.